Click to play this Smilebox greeting: Heavenly Pair
Create your own greeting - Powered by Smilebox
Digital ecard personalized with Smilebox

Kurang Tidur Pengaruhi Kecerdasan Anak

Gizi.net - Sebanyak 41 anak dari 80 anak usia di bawah tiga tahun di Indonesia tercatat sering mengalami gangguan tidur (51,3 persen). Hal ini cukup mengkhawatirkan, lantaran gangguan tidur disinyalir dapat mempengaruhi proses pertumbuhan kecerdasan anak di masa mendatang.

Dr Soedjatmiko, SpA(K), Msi, dari Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan anak FKUI/RSCM, menyatakan periode emas pertumbuhan otak anak terjadi pada usia dua bulan sebelum kelahiran hingga usia tiga tahun. Saat itu, kata dia, 80 persen sel-sel syaraf di otak -- termasuk sel kecerdasan -- tumbuh.

Sisanya, 20 persen, akan berlangsung sepanjang hayat, atau dihitung sejak bayi usia empat tahun hingga dewasa. ''Artinya, masa-masa kritis pertumbuhan kecerdasan justru terjadi saat bayi di bawah tiga tahun. Dan untuk tumbuh kembang secara optimal, tidak diragukan lagi, bahwa si bayi harus cukup tidur,'' tuturnya, Rabu (10/8).

Soedjatmiko menerangkan selama masa tidur aktif (Rapid Eye Movement) 75 persen hormon tubuh disekresi. Pada waktu bersamaan, aliran darah ke sel otak meningkat tajam. Fase ini, terang dia, merupakan saat dimana sel-sel otak tumbuh dengan cepat. Bayi membutuhkan kondisi ini untuk pembentukan sel-sel syaraf.

''Hasil riset menunjukkan cukup tidur pada saat bayi tidak cuma berpengaruh terhadap aspek kognitif (kecerdasan), tapi juga emosi (kepribadian) dia saat dewasa,'' terangnya.

Riset para ahli di Amerika Serikat (AS) pada 1925 juga menunjukkan enam ratus anak ber-IQ di atas 140 tercatat memiliki waktu tidur lebih banyak. Hasil serupa ditunjukkan hasil penelitian di Jepang yang melibatkan 5.500 anak sekolah. Sementara pusat tidur di Kanada pada 1983 memaparkan anak dengan IQ superior mempunyai total tidur lebih lama 30-40 menit setiap malamnya.

”Meramal” Masa Depan dengan Matematika

MATEMATIKA? Bidang studi yang satu ini hingga kini masih dianggap hantu yang menakutkan bagi anak-anak, bahkan orang dewasa sekalipun, kendati tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini diperparah dengan sosok guru yang tidak bersahabat dengan mereka. Maka tidaklah berlebihan manakala ujian tiba hasilnya kurang memuaskan jika kita tidak mau mengatakan gagal total.
Di lain pihak, matematika dianggap bidang studi yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup. Matematika adalah dasar segala dasar untuk memudahkan belajar bidang studi lain. Memang demikian keadaannya, seseorang yang telah menguasai matematika akan mudah mempelajari hal lainnya. Akan tetapi selalu saja anak atau peserta didik merasa tidak nyaman.
Melihat gelagat demikian tentunya kita tidak boleh diam, solusi apa yang dapat memberikan angin kesegaran bagi peserta didik. Paling tidak membuat anak-anak kita tetap berkutat dengan bidang studi yang satu ini. Toh dari dulu hingga sekarang belajar adalah "mainan" yang menyenangkan bagi anak-anak. Belajar adalah gula-gula yang setiap saat didambakan. Belajar adalah pengalaman yang menakjubkan bagi semua orang.
Anak akan terus beranggapan demikian, kecuali jika orang dewasa berhasil meyakinkan bahwa belajar adalah racun bagi kehidupan. Tentu ini tidak diinginkan bukan? Yang jelas kondisi ini akan tetap menyenangkan mana kala peserta didik terlibat di dalamnya. Toh belajar bukanlah satu arah, di mana anak harus dicekoki dengan berbagai macam teori atau rumusan. Tetapi belajar adalah permainan yang menggairahkan, belajar adalah saripati kehidupan di mana dan kapan pun berada.
Kita sebagai orang tua tentunya akan sependapat seperti itu. Yang jelas formula apa yang dapat membangkitkan anak-anak kita mampu keranjingan dengan matematika. Toh berbagai macam metode maupun jurus sudah dikerahkan, tetapi tetap saja peserta didik menganggap pelajaran ini penghambat kemajuan.

Meramal masa depan
Belakangan ini penulis sering diminta memberikan formula "jitu" bagaimana caranya menumbuhkembangkan anak-anak agar mencintai matematika. Tentu permintaan ini tidak berlebihan setelah mereka, khususnya orangtua peserta didik merasakan anaknya tidak lagi mengeluh ataupun takut. Malahan mereka hampir setiap melakukan kegiatan dihubung-hubungkan dengan matematika. Salah satunya tatkala penulis memberikan permainan yang mampu membuat mereka berkutat dan tersenyum gembira dengan pelajaran ini.
Yang lebih mengesan lagi laporan dari orang tua, bahwa anak-anak mereka hampir setiap orang yang ada di rumah ataupun yang dikenal dengan pasti akan diramal dengan matematika. Pendek kata, mereka tidak lagi alergi dengan pelajaran yang satu ini.
Ada pun yang penulis sodorkan kepada peserta didik ketika itu dengan memberikan permainan yang diberi judul "Meramal masa depan". Memang bisa kita meramal dengan matematika? Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh anak-anak ketika penulis mengawali pelajaran ini. Dengan senyum penulis katakan, kenapa tidak? Tidak percaya, mari kita buktikan apa ramalan yang dimaksud.
Pertama-tama kita membuat tabel seperti di bawah ini:
Setelah membut tabel tersebut barulah kita meramal. Caranya? Misalnya begini, nama penulis Drajat. Kemudian, huruf-hurufnya kita beri nilai sesuai dengan tabel. D=4, R=18, A=1, J=10, A=1, T=20. Selanjutnya, angka itu dijumlahkan secara berurut, 4+18+1+10+1+20= 54. Angka hasil adalah 54 merupakan kunci ramalannya. Kemudian, kita lihat angka 54 ini berada di posisi profesi mana. Ternyata angka 54 menduduki posisi sebagai penulis.
Contoh ramalan lainnya misalkan Nabila Az-Zahra. N=14, A=1, B=2, I=9, L=12, A=1, A=1, Z=26, Z=26, A=1, H=8, R=18, A=1. Jumlahnya, 14+1+2+9+12+1+1+26+26+1+8+18+1=120. Angka 120 menduduki profesi ilmuwan.
Mudah, bukan? Supaya lebih seru lagi dalam permainan ramalan ini kita dapat mempraktikkannya dengan mimik muka yang serius. Perlihatkanlah bahwa kita benar-benar seorang peramal masa depan. Sebagai catatan, jika dalam tabel tersebut hanya sampai bilangan 208, kita dapat meneruskannya sampai tak terhingga. Ini bergantung pada kita, sampai angka berapa yang dikehendaki.
Dari uraian di atas semakin jelaslah bahwa dengan memberikan stimulus semacam begitu ternyata mampu memberikan angin kesegaran, kegembiraan, kenyamanan dan setumpuk motivasi lainnya bagi peserta didik. Tak percaya? Silakan praktikkan pengalaman penulis tersebut.
Sebagai catatan terakhir, penulis yakin masih banyak cara menuju keberhasilan. Sayang bukan, jika bidang studi yang terus digembar-gemborkan ini harus dibiarkan begitu saja. Ya, boleh dibilang matematikaku sayang matematikaku malang. Yang jelas adakah niat baik dari semua pihak untuk kembali bertanggung jawab terhadap anak didik kita? Sekecil apa pun yang kita berikan adalah mutiara terbaik. Insya-Allah, Tuhan akan mencatatnya sebagai amalan yang tidak ada bandingnya. Amin.***

Perbedaan Seks dalam Hubungan Keluarga

Perbedaan Seks dalam Hubungan Keluarga
Pada umumnya dalam keluarga, hubungan antara remaja lelaki dengan saudara perempuannya kurang baik. Biasanya, hubungan ibu dengan anak lelakinya cenderung lebih lunak atau lebih baik. Mengapa demikian? Dikarenakan ibu lebih mengekang anak perempuannya dibanding anak laki-lakinya. Begitu pula sebaliknya, ayah lebih mendengarkan keluhan anak perempuannya dikarenakan sang ayah tak begitu peduli dan ia selalu beranggapan bahwa anak laki-laki dapat menjaga dirinya.
Sebab – sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja:
• Standar perilaku
Kebanyakan remaja berfikiran bahwa orang tua jaman sekarang sudah ketinggalan jaman (JADUL). Mereka beranggapan bahwa apa pun yang diatur orang tua, adalah sebuah tindakan ketinggalan jaman dan sudah tidak cocok bila diterapkan pada jaman sekarang
• Metode disiplin
Karena para pemuda beranggapan bahwa aturan orang tua, sudah bukan jamannya lagi, maka para remaja menganggap disiplin yang dibuat orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan. Seperti, tidur disiang hari, jangan main sebelum pulang kerumah sehabis jam sekolah dan lain-lain. Faktor inilah yang membuat anak remaja jaman sekarang berontak dan tidak karuan.
• Hubungan saudara kandung
Banyak remaja yang mungkin menghina kakaknya atau menggoda adiknya yang dianggap pilih kasih sehingga menimbulkan pertentangan antara saudara kandung.
• Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa menjadi korban manakala ia tida sama/berbeda dengan teman dekatnya baik dalam pergaulan, maupun status sosial. Remaja sangat tidak suka manakala ia dibebani tanggung jawab seperti mengurus adik ataupun membersihkan rumah.
• Sikap yang sangat kritis
Masa remaja adalah masa dimana seseorang mempunyai tingkat kritis yang tinggi. Masa remaja adalah masa peka terhadap lingkungan, diri mereka, maupun keluarga.


• Besarnya keluarga (keluarga besar)
Kebanyakan dari remaja yang memberontak terdapat dari kalangan keluarga yang terdapat banyak sanak familinya. Akan tetapi, keluarga sedang-yang memilki tiga atau empat anak, jarang sekali remaja yang ditemukan memberontak.
• Perilaku yang kurang matang
Banyak orang tua yang memberi hukuman manakala remaja melalaikan tugas sekolah atau mengabaikan tanggung jawabnya.
• Memberontak terhadap sanak keluarga
Kemarah orang tua dan sanak saudara akan sangat marah bila para remaja mengungkapkan persaan yang terang-terangan bahwa pertemuan keluarga kurang menyenangkan atau gak asik dan gak gaul banget.
• Masalah palang pintu(aturan-aturan keluarga)
Aturan –atuarn keluarga yang dimaksud adalah seperti peraturan waktu pulang, peraturan dalam memilih teman, terutama teman lawan jenis, dalam meilih pergaulan.